Sabtu pagi, 24 November. Aku sudah harus disana. Bergelut, bergerumul dengan anak-anak, bercengkrama, mendengar keluh kesah mereka tiada Tara.
Pulanglah aku ? Atau pergi ?
Aku sendiri tak tahu, apakah ini rumah ku atau tidak ? Meski sejak awal ingin kuyakini dalam hati bahwa dunia ini rumahku. Namun, ada kalanya dua kata berbeda satu makna itu menghantarkanku pada kemana diri ini harus dibawa ?
Hei, kenapa sibuk memikirkan masa depan yang kau bahkan tak tahu seluk-beluk nya ? Berhentilah meratapi masa yang belum bahkan belum terlihat batang hidungnya.
Pikiran rancu.
Malam itu, Jum’at malam. Aku mengumpulkan mereka. Dengan 4 kotak srabi oleh-oleh kotaku. Dan beberapa carik kertas motivasi yang tersirat dari hati.
5 hari sekian tak bertemu. Bak bertahun-tahun ku tak mendengar kabar. Karena, aku memang jauh disana.
Huft…..
“Ustadzah…habis liburan ?, Yee…ada cerita baruuu….”
“Antum ketemu siapa aja di rumah…hayooo..”
“Ustadzah….di rumah ngapain aja????”…
Dan ribuan pertanyaan yang membuatku terpingkal mendengarnya. Tak peduli, apakah mereka mengucapkannya setengah hati atau tidak. Namun, memang hidup ini memiliki rekayasanya tersendiri.
Kata orang, aku pulang kemari. Namun, sebagian lain berujar aku telah pergi kesini.
Apa makna dua kata yang spontanitas menuturkan kesedihan ?
Kuhela nafas panjang. Kutilik rembulan yang entah mengapa begitu cerah malam itu jua…
Boleh ku bercerita.
Tempat ini memang rumahku. Lantas pulang atau pergikah aku ?